Rabu, 13 April 2011

Otak-Atik


Hmmmm……
Nyuri-nyuri waktu sebentar..
Lagi kerja ngeblog dulu
Otak atik blog n bersihin sarang laba-laba yang dah banyak nempel
Coz udah lama kayanya gag buka-buka blog

Hachiiiih…
Debunya juga banyak ne..n da meninggalkan juga jejak-jejak bloger lain
Tapi siapa ya…???
Ya dibiarkan saja toh mungkin Cuma pengen liat-liat doank…
Hmmm tapi lau udah liat n naksir ma blog ane ya ane gag mo tanggung jawab ya..
(sok ke Ge-ER ran sedikit..hehehehhe)

Senin, 04 April 2011

KORBAN SEMATA




           “Tidaklah menimpa seorang muslim berupa penderitaan, kelelahan, kecemasan, gangguan dan kesedihan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus dengannya kesalahannya” .(H.R.Muslim)
             Aku mulai sepi, tak ada yang menemani di tengah keterpurukan ini. Aku hanya bisa menengadahkan kedua tanganku ke langit dan retina mataku hanya bisa mengeluarkan buliran bening di sepertiga malam terakhir. Aku tak sanggup menahan beban ini. Ini terlalu berat, meski ku tahu Allah tak akan memberikan cobaan  yang tak sanggup diemban oleh hamba-Nya. Prestasi ku di sekolah mulai menurun seiring bergulirnya lembaran waktu. Di kamar aku hanya murung, diam, dan sesekali berbicara itu pun kalau ada yang harus dibicarakan. Di kelas aku menganut paham 3D (Datang, Duduk, Diam).  Aku benar-benar frustasi, stress!!!.
            Setiap harinya aku hanya menikmati waktu di perpustakaan sekolah. Setiap bel sekolah berbunyi langsung bergegas ke sana. Dan tak lupa pula meminjam buku-buku penggugah jiwa, penguat raga. Tidak tanggung-tanggung semua buku ku lahap habis bahkan sebelum sampai waktu pengembalian. Apabila telah ku baca buku yang satu, cepat-cepat ku pinjam yang lainnya. Aku kini bagai orang yang kehausan, haus akan semua buku. Sehari saja tak ke perpustakaan, bagaikan sang pencinta yang tak bertemu dengan yang dicintainya. Sungguh drastis perubahanku selama ini, beginilah aku sekarang .
            Semua kegundahan, keterpurukan, aku rasa perpustakaanlah tempat berlabuh yang tepat. Karena perpustakaan mempunyai ribuaan buku yang bisa menguatkan batin korban, seperti aku. Tak terasa dua hari lagi kami akan pulang liburan ujian semester. Saat-saat seperti inilah yang selalu didambakan oleh semua murid dayah. Tidak untukku, aku malah menginginkan selalu didayah. Dayah adalah rumahku, tempat ku berteduh dari segala macam carut-marut dunia, hinaan dan makian manusia.
            Apa yang hendak di kata, pulang adalah salah satu ketetapan mutlak yang tak bisa di tawar. Aku terpaksa pulang ke tempat itu, meskipun tampaknya sebagai rumah, tapi itu sebenarnya Hawiyah yang menyala-nyala oleh suluh api kemarahan, pertengkaran dan tangisan.
            Hari ini aku pulang. Aku berani bertaruh, pasti kejadian kemarin terjadi lagi. Adegan yang tak pantas di pertontonkan orangtua kepada anak mereka, malah adegan ini lolos tanpa sensor. Bilamana ini terjadi, otakku langsung mendidih seperti rebusan ie bit. Kalornya berkonduksi ke sekujur tubuhku. Menjalar dari ubun-ubun sampai ke ujung kaki. Orangtuaku pasti akan tetap melanjutkan pertengkaran mereka meskipun aku menangis darah.
            Pernah suatu hari ketika aku tak sanggup lagi mendengar pertengkaran mereka. Aku keluar dari kamarku menghampiri mereka.
Mak, Ayah. Bek neu meupake le, hana sayang neuh keu loen ? Kataku dengan suara parau yang tercekat di faring. Mereka serempak melihat ke arahku. Setelah itu aku kembali beranjak ke kamar, sekilas ku lihat mereka tertunduk pilu. Suara kegaduhan terdengar kembali, kali ini lebih parah dari tadi. Aku kembali teriris, perih rasanya hatiku mendengar aungan pertengkaran mereka.
Rabbi !, sampai kapan mereka akan terus menabuh genderang perang”.
            Kulalui liburan dengan menyaksikan drama pertengkaran orangtuaku. Menyakitkan memang. Seharusnya disaat libur aku dan keluargaku bisa berkumpul bersama, bercanda tawa sembari menikmati lezatnya leughok dan ie bandrek di panteue depan rumah kala sore hari. Inilah kenangan terindah yang selalu aku bayangkan.
Kapan aku bisa merasakan kembali satu senja yang indah bersama mereka ? Apakah hal ini terlalu mahal untukku. Aku rela membayarnya dengan seluruh raga dan hidupku demi menikmati itu semua.
            Sangat ironis, keadaanku berbanding terbalik dengan keadaan sahabatku yang memiliki orang tua penuh kasih sayang dan cinta. Keluarga bagi mereka bagaikan embun pagi yang jernih di hamparan reremputan sebelum datangnya cahaya. Lega rasanya membayangkan hari liburanku di rumah tinggal beberapa hari lagi. Aku senang akhirnya akan pulang ke dayah lagi, sekolahku sekaligus rumah bagiku.
Tiba-tiba mak memanggilku, sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikannya. Mak tipe orang yang tidak mengenal basa-basi, seperti kata orang bulejust make a conversation beliau langsung to the point. Sebuah pilihan berat disodorkan padaku.
***
            Ketika sebuah perselisihan terjadi, sering kali kita mencari siapa yang bersalah. Demikian juga dengan kedua orang tuaku yang selalu saling menuding sebagai biang keroknya. Mak selalu menyebut Abu sebagai penyebab keretakan keluarga kami. Pertengkaran demi pertengkaran itu terjadi karena Abu, Abu yang tak lagi memberi nafkah kepada keluarga. Abu yang tak lagi seperti dulu, yang selalu membuat keluarga bahagia. Semua kebutuhan rumah sekarang adalah dari hasil gaji ibuku yang PNS. SPP dan semua kebutuhanku tanggungan Mak, padahal semestinya tanggungan Abu sebagai kepala keluarga. Kini abu hanya sebagai symbol. Beliau hanya di rumah saja dan kalau lagi musem blang barulah beliau ke sawah bertemankan lumpur disana.
Aku juga pernah mendengar dari Abu bahwa pertengkaran itu berawal dari Mak yang egois dan sombong terhadap apa yang baru didapatinya. Ketika tsunami melanda bumoe rencong Aceh itu semuanya dimulai. Tsunami merupakan anugerah terindah untukku karena ketika tsunami banyak yang meninggal, kebanyakan diantara mereka adalah para guru. Jadi pemerintah Aceh membuka pendaftaran CPNS bagi seluruh cabang, dan Alhamdulillah Mak diterima sebagai guru Fisika tingkat SMA/Sederajat.
            Bagai dua sisi mata uang, berkah tsunami itupun merupakan bencana terbesar untuk keluargaku khususnya aku. Karena saat itulah awal mula cekcok antara Mak dan Abu. Ketika itu aku baru kelas 6 SD. Perjalan waktu, pertengkaran pun makin menjadi-jadi dan itu semua diluar sepengatahuanku. Puncaknya ketika aku duduk di bangku Aliyah kelas 2. Abu menunjukkan surat cerai mereka yang diajukan oleh mak. Selembar surat itu mempertaruhkan masa depanku, masa depan keluargaku.
            Surat-surat di tanganku. Tak tau apa yang harus ku perbuat. Ingin rasanya kucabik dan mengenyahkannya dari pandangan.
Inikah suratan takdirku ??? Tak ingatkah mereka bahwa ada aku buah cinta mereka???”. .Abu menyerahkan segalanya di tanganku, suaraku yang menentukan semuanya. Kalau aku menginginkan kasus ini terus ke tahap selanjutnya maka aku tak harus mengatakan apapun kepada Mak, tapi kalau aku ingin semuanya seperti dulu aku harus membahasnya dengan Mak. Otakku kembali berputar menyelusuri gelombang-gelombang aneh yang berdansa di korteks otak besar. Ribuan juta sel saraf yang berhubungan satu sama lain saling hantam saat merespon sinyal dari kedua pupil mataku.
            Masih termenung disitu, sambil menerawang mencapai langit-langit. “Allah, what should I do?. Disatu sisi aku menyayangi Abu. Beliau tiada henti mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi kami sekeluarga. Ujeun rah ,uroe tet rasanya itu yang pantas digambarkan kondisi Abu. Disisi lain aku juga mencintai Mak. Dia yang telah 9 bulan mengandungku, rela memutuskan urat-urat di rahimnya hanya karena aku ingin menghirup oksigen di bumi ini .Apalagi perceraian adalah salah satu perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah walaupun itu termasuk perbuatan yang halal. Perceraian adalah hal yang sangat bertolak belakang dengan Aceh sebagai Seuramoe Mekkah”.
            Setelah menunggu selama sekian hari akhirnya hari ini aku akan kembali ke Dayah. Rasa kangen, rindu membuncah bergelora di hati, ingin segera bertemu kembali dengan sahabat dan guruku. Sesungging senyum mereka bak oase penyejuk jiwa di tengah gersangnya kehidupan dan panasnya hawa desiran pasir keterputusasaan. Meskipun sesekali mereka sangat menyebalkan dan menjengkelkan.
            Di Dayah aku meniti hidup. Belajar bagaimana menjadi manusia yang kaffah meskipun none perfect in this world, setidaknya mendekati dengan predikat kaffah itu sendiri. Berbagai realita kehidupan di Dayah menjadi materi pembelajaran yang sangat berharga untuk bekal hidup mandiri di luar sana. Bahwasanya setiap insan harus berpegang teguh pada tali Allah yang telah diformulasikan dalam bentuk firman-Nya dan sunnah Nabi-Nya. Agar hati mereka steril dari virus yang membawa mereka ke jurang kenistaan di dunia dan di akhirat.
            Aku berusaha bersabar dengan sekuat tenaga, mencoba bertahan di atas menara keegoan mereka. Meskipun sakit, aku yakin inilah cobaan yang indah dari Ilahi. Semoga cobaan ini dilimpahkan oleh Allah atas landasan cinta-Nya untukku. Semoga ujian ini menjadikanku lebih baik dari yang kemaren. Semoga ujian ini membuatku kuat menghadapi hidup yang kejam dan ganas ini.
            Usahaku sebagai anak hanya berdoa dan berdoa. Bangun di sepertiga malam adalah saat yang tepat untukku memohon. Terisak di atas sajadah cinta demi luruhnya taburan dengki di hati orangtuaku, orang yang sangat kucintai di hidupku. Tapi mereka masih saja bersikukuh dengan tembok celaan dan makian. Buliran bening jatuh membasahi mukena putihku. Tanganku mengadah ke langit mengharap sedikit nikmat dari-Nya. Semoga pintaku menembus langit ke tujuh dan terhimpun di singgana Arasy-Nya. Semua keputusan kuserahkan ke yang Maha Kuasa.
            Kondisiku mulai sedikit membaik. Aku bisa sedikit riang bersama sahabat-sahabat terbaikku. Aku juga masih berkutat di sekililing buku-buku. Sampai akhirnya kartu perpustakaan untuk meminjam buku lusuh dan usang dengan sendirinya. Hingga akhirnya aku tak bisa lagi meminjam buku, karena kartu lusuhku hilang. Tak tahu dimana. Apakah ada orang yang mengambilnya. Kalau ada ,sungguh tega mereka yang mengambil kartu perpustakaanku itu. Hanya dengan itu aku bisa sedikit terobati. Hanya dengan itu aku bisa menahan diri.
            Aku tidak mengerti tentang permasalahan orang-orang dewasa. Yang jelas tertangkap dalam pikiranku adalah sebuah keegoasan yang meraja. Walau bagaimanapun mereka, mereka tetap orangtuaku. Karena air yang terpancar di antara tulang sulbi dan tulang dada abulah yang kemudia tersimpan kokoh di dalam rahimnya mak. Karena mereka aku bisa sebesar ini, karena mereka aku bisa mengecap pendidikan yang layak.
            Hari ini adalah hari Jum’at, merupakan hari teristimewa dari hari-hari lain. Hari dikabulkan munajat cinta para hamba-Nya di seluruh tujuh lapisan bumi dan langit. Di tempatku menuntut ilmu Jum’at juga adalah hari terindah, karena hari itu merupakan hari kunjungan bagi para wali murid. Ketika mereka sampai di pintu gerbang dayah, disambut oleh dua orang piket yang bertugas di post. Melihat mereka datang saja sudah membuatku iri apalagi ketika mereka mencium dan memeluk anaknya. Pemandangan indah ini hanya membuatku berlinang saja. Semoga suatu hari nanti pemandangan indah ini juga terjadi padaku.
            Abu.
            Mak.
            Lelah kumenanti
            Sepenggal kasih darimu
            Aku sendiri di sini
            Hanya ditemani sepi
            Kumohon,
            Mengertilah.”
            Aku tetap menanti. Menanti keputusan terbaik yang akan Allah tunjukkan kepada keluarga kami. Biarlah penggalan cerita pilu ini memberikan kekuatan bagiku untuk mengarungi hidup ini. Meski tanpa kasih sayang Mak dan  Abu, aku masih memiliki secercah harapan yang memungkinkanku menjadi insan yang kamil. Secercah harapan yang kuperoleh dari sang guru saka Al-Qur’anul karim. Harapan dari orang-orang yang terus menyemangati hidupku.           
***
           
                                                   

                                                                                                Jeumala, kampus I putri
                                                                                                        20 Maret 2011
           
                                                                                                                      
____________
           Ulfa Rianda sebuah nama indah pemberian pasutri Fauzi dan Ernawati. Lahir pada tanggal 1 April 1995, di Sampoiniet Aceh Utara. Jenjang pendidikan dasarnya di tempuh di SDN 3 Beureuneuen. Pendidikan Tsanawiyah dan Aliyahnya di lanjutkan di Dayah Jeumala Amal. Sekarang duduk di kelas 2 Aliyah . Sejak kecil, Ulfa memyukai kegiatan ekstrakulikuler seperti menggambar.
            Sekarang aktif di “ BT “ Bengkel Tulis Jeumala dan telah menghasilkan beberapa karya salah satunya puisi yang berjudul “ Wrong Way “. Juga aktif di bidang OSMID ( Organisasi Murid Intra Dayah ) sebagai anggota departemen keputrian yang bertugas menghias panggung serba guna saat acara.

Jumat, 01 April 2011

Dilema Sakit Gigi


Hohoohoho….
Lagi sakit gigi nech…cenat-cenut dari kemaren lusa…Udah tiga hari…ujung-ujungnya gag bisa menikmati makanan…lau makan pun gag bisa ngunyah lama-lama mesti di telah terus…Haduwwwwwwww…………….
Hmmm… pengennya ke dokter gigi dan langsung di cabut, pi sama aja lau lagi saket begini ke Dokter gigi pun Cuma dikasih obat kaya Amoxilin, Asam Mefenamat dan obat-obat yang laen sebagainya,,,(dah kapok minum obat..yang ada Cuma buat ginjal tambah rusak)…paling juga lau ke dokter gag bakal dicabut…tapi disuruh minum obat dulu 3 hari kemudian baru disuruh kembali..
Dan 3 hari kemudian pasti aku tak kan kembali, karena udah kegirangan sembuh dankayanya gag usah dicabut dulu..seperti yang terjadi biasanya…Tabiat buruk……
Nasib-nasib, mendingan sakit hati kayanya dari pada sakit gigi begini…sengsara….
Hadauwwwwwwwwww lagi aja dech,,,,hohohoohohoohoooo………..

Je-Punk ^_^


Yuuuuuukkkkkkk…..mari kita Belajar Bahasa Jepang.. Biar agak Gaul n gag terkesan Kuper…
Toh Zaman Udah Modern ne,,,Hehheheeee…..

Nah ne ada  contoh ucapan salam & ekspresi:
オはよう ございます :  Ohayou gozaimasu (Selamat pagi)

コんにちわ : Konnichiwa (Selamat siang)

コんばんわ : Konbanwa (Selamat malam)

オやすみ なさい : Oyasumi nasai (Selamat tidur)

サようなら :  Sayounara (Selamat tinggal atau Selamat jalan)

ジャ, また あした : Ja, mata ashita (Sampai jumpa besok, ya)

アりがとう ございます : Arigatou gozaimasu (Terima kasih)

ドうも ありがとう ございます : Doumo arigatou gozaimasu (Terima kasih banyak)

ドう いたしまして : Dou itashimashite (Sama-sama, Terima kasih kembali)

スみません : Sumimasen (Maaf)

スみません : Sumimasen (Permisi)

シつれい ですが : Shitsurei desuga…(Permisi/Maaf…—> diucapkan sebelum bertanya tentang hal pribadi)

オねがいします : Onegaishimasu (Minta tolong)

オげんき です : Ogenki desu ka? (Apa kabar?)

ゴめん ください :  Gomen kudasai (“Permisi”, —> digunakan ketika berkunjung ke rumah orang lain)

イらっしゃいませ :  Irasshaimase (Selamat datang —> diucapkan pada tamu restoran, hotel, dll)

イらっしゃい : Irasshai (Selamat datang —> dipakai pada waktu kedatangan tamu